Dua hari menjelang rencana pernikahan saya akan dilangsungkan.
Saya masih inget ketika suatu malam di bekasi, seusai sembahyang isya 2 tahun lalu, tiba2 saya ingin berdoa untuk jatuh cinta. Saya ingin bertemu dengan seseorang yang bisa membuat saya jatuh cinta setiap hari, dan saya ingin dialah yang dipinjamkan Tuhan untuk menemani saya di dunia dan akhirat kelak. Ya, saya memang banyak maunya. Sayangnya keesokkan harinya saya mulai melupakan doa saya semalam. Dan tumpukkan pekerjaan dan guyonan teman2 di kantor kelapa gading itu makin membuat saya lupa pada doa saya. Hingga beberapa minggu kemudian, saya bertemu lagi dengan sang cinta pertama, di lobby kantor.
Seseorang itu pernah membuat saya semangat masuk kuliah 6 taun yang lalu.Seseorang yang pernah membuat saya salah tingkah dengan sms-nya yang sebenarnya sangat biasa saja.Seseorang yang sempat membuat saya mengganti sepatu kets saya dengan sendal ber-hak. Seseorang yang juga sempat membuat saya muak dengan tingkahnya. Seseorang itu pernah membuat saya berpikir, saya telah berteman dengan seseorang schizophrenia. Haha...
Hingga suatu hari kepenasaranan saya membuat saya nekad untuk mengenalnya lagi. Mencoba mengetahui mengapa dia bisa begitu mempesona sekaligus memuakkan saya. Pelan tapi pasti saya menggali lebih dalam dibanding temen-teman kami yang lain. Aneh rasanya mempunya rasa suka, muak, dan penasaran terhadap 1 orang. Atau jangan-jangan saya yang seorang schizophrenia?
Setelah hampir 3 tahun saya menganggap kami berdua schizophrenic, akhirnya Tuhan mengijinkan kami untuk 'belajar' bersama. Disaat seharusnya saya 'menuai', saya malah dihadapkan pada hal yang lebih penting, setidaknya itu pendapat beberapa orang kala itu. Tugas akhir kuliah yang sangat menyita waktu dan pikiran. Jika cinta memang tidak pernah salah, maka waktu-lah yang kami persalahkan saat itu. Tapi setidaknya saya sudah sempat menggumamkan mantra-mantra saat dia menjadi imam solat maghribku, sesaat sebelum kami pergi makan dipertengahan Januari yang banyak hujan. Saya hanya bertanya pada Tuhan kala itu, boleh tak imam solatku ini menjadi imam hidupku kelak?
Tuhan memang selalu baik, sebuah pertanyaan dari anak yang menjelang dewasa 3 tahun lalu didengar-Nya. Dua hari lagi insyaAlloh, Alloh SWT berkenan mengabulkannya. Kali ini perasaan senang, sedih, dan gugup yang ada. Saya senang ketika Maret lalu dia meminang saya. Tapi saya juga sedih saat meminta ijin pada ayah dan ibu saya. Saya bisa melihat jelas rasa senang dan ketidakrelaan ayah saya ketika mewakilkan saya untuk menerima pinangan itu. Beliau merasa belum cukup waktu dan kasih sayang yang diberikan pada saya. Padahal, jika saya boleh berkata, tak kurang sudah segala yang telah diberikannya untuk saya.
Ayah saya seorang yang tak banyak bicara, tapi saya tau betepa dia selalu sayang dan bangga pada saya. Ibu saya seorang yang doanya hampir selalu dikabulkan oleh Tuhan. Kedua adik saya hampir selalu membuat saya rindu untuk pulang. Dan sekarang semuanya makin begitu terasa saat saya hampir 'diambil' orang. Ayah dan ibu saya tak mau mengenal internet apalagi membuat account facebook dan membaca notes ini. Tapi saya tau bahwa tanpa membaca inipun mereka pasti tau bahwa saya sangat bangga pada keluarga ini.
dan insyaAlloh dua hari lagi, saya akan melangkah untuk membangun keluarga baru.Diisi dengan kebijaksanaan dan demokratis seperti yang ayah saya tanamkan. Banyak tawa dan doa seperti yang ibu saya lakukan. Dan keanehan-keanehan lucu yang biasa adik2 saya timbulkan.Tapi tetap dengan menggunakan cara saya dan dia.
Tuhan,
sebentar lagi akan ada seorang pria yang akan mengucapkan janjinya dihadapan-MU,aku, kedua orang tuaku, dan sanak kerabat. Tolong catatlah janjinya, dan bantu dia untuk menepatinya. Amin
Jakarta, 7 Oktober 2009
00:34
posted by Eline on Mars and Venus