Belajar dari Duren yang Tertukar...eh Terbelah


posted by Eline on ,

No comments

Aku punya pohon duren a.k.a durian a.k.a Durio Zibethinus. Tumbuhan yang aslinya katanya dari Asia Tenggara dinamain durian karena...ya karena dia berduri..nyehheheh..(ok, aku ga punya penjelasan lain yang lebih ilmiah). 

Apa yang menarik dari buah ini? 

Dia kontroversial. Ada yang tergila-gila dengannya, sedang yang lain muak hanya karena aromanya.
Ya, ada yang menyebutnya King of Fruit, Raja buah2an. Mungkin karena dia beduri, jadi kalo ada orang yang ga menuruti perintah seseorang dan kemudian dilempar durian, orang yang ga mau nurut itu akan mati. Persis kaya raja yang segala kemauannya musti dituruti. Apa siiihh?

Tulisanku kali ini bukan mau ngebahas soal varietas dan cara budi daya durian ya. Bukan juga mau ngasih resep tempoyak atau dawet ayu Banjarnegara. Melainkan hanya sekedar pamer tentang durian di depan rumah dan pelajaran yang aku ambil darinya.Iya betul pelajaran. Dalam prinsip hidupku, setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri, orang sekitar, dan alam. Maka, wajarlah kalau kita pun bisa mengambil hak pelajaran dari alam.Ok mari kita mulai pelajarannya.

Tangan ke aaaatas. Tangan ke saaamping. Tangan di meeeja. Beri hormat. Seeelaaaamaaat pagi bu guurrruuuu....(bisa diganti sama, syelamat pagi cik gu)

Pohon durian di depan rumahku ini di tanam sama bapakku, sebelum rumah ini di bangun. Bapakku emang rajin nanem pohon buah, dan alhamdulillah memang ada sedikit lahan di depan dan di samping belakang rumah buat nanem pohonan. Niatnya biar adem, tapi kadang ulet yang marem ( jw : puas ). Nah ceritanya pohon durian itu kemarin berbuah untuk pertama kalinya. Karena pohonnya ga besar, maka kadang buah2 itu musti di iket ke batangnya supaya ga patah saat buahnya membesar.

Ketika mulai nampak buahnya, kalo ga salah ada sekitar 7-8 buah, banyak orang yang udah naksir sama pemandangan ini. Adeku, si Rian, sampe bela2in minta dikirim fotonya karena ga sabar pengen liat buahnya. Barulah sekitar 3 bulan kemudian, ada 1 buah durian yang besar jatuh. Indahnyaaaa...

Dengan penuh suka cita dan rasa haru, kita bikin tumpengan. eh ngga deeeennng. Kita cuma bacain Yasin dan kita kubur. lhaaah sama aja. hehehe. Yang bener, duren pertama itu akhirnya di belah baaang di belaaahh, dengan disaksikan oleh anggota keluarga yang hadir. Bapak, ibu , aku dan adeku, Tria. Begitu di belah, isinya masyaAllloh bagus banget, kuning, montok, dagingnya tebel, bijinya kecil, tapi sayang ga harum. Hah? bagaimana bisa?

Ya bisa saja, Tuhan berkehendak begitu. Aroma yang biasanya menyengat tidak kami dapati di duren kami. Kalo pun bawa duren ini pake pesawat atau bis, dijamin ga bakal ketauan dan diusir gara2 baunya. Rasa manis legit pun tak kami rasakan di duren kami. Sempet instrospeksi diri apa mungkin pohon duren ini hanya dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa perawatan, sehingga dia ngambek? Apa salah kasih pupuk? Apa lingkungan hidupnya ga sesuai? atau mungkin kurang sajen? Ibarat kata ni duren udah kaya banci thailand, penampilannya sungguh menipu. Kami Kuciwa dibuatnya. Buah yang ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun, ternyata tak lebih enak dari pada singkong mentah.

Kali ini dengan penuh rasa kecewa dan sakit hati, duren itu akhirnya dilarung ke laut, hahahah...Tapi tenaaaang, kami masih punya 7 buah lainnya. Mari kita perbanyak Dzikir dan sedekah, agar ni buah semoga saja tunduk pada hukum alam. hehehe . Buah kedua pun jatuh dan pecah. Kebetulan waktu itu ada rian yang lagi pulang kampung. Tapi lagi-lagi untung tak dapat diraih, malang ada di Jawa Timur. Buah ke dua pun ga beda sama si duren banci thailand. Bahkan nasibnya lebih tragis karena berakhir di tempat sampah blakang rumah.

Ibuku yang semula sudah berniat mau bagi ke tetangga, hampir mengurungkan niatnya karena malu masa ngasih buah ga enak. Tapi karena sudah diniati, ya tetep aja akhirnya buah-buah duren itu dipetik dan dibagikan ke tetangga dengan kata "maaf jika mengecewakan", yang penting niatnya baik dan ngasihnya ikhlas. Ibuku cuma menyisakan satu buah terakhir, yang paling kecil, buat kenang-kenangan. Diliatinnya tu duren kecil tiap hari, sapa tau bisa berubah jadi emas, heheh.. Sementara si pohon, dari pada bikin aib keluarga mending di tebang aja, usul ibuku.

Seminggu berlalu. Aku sama rian udah balik ke jakarta. Konon katanya, setelah itu ada cerita baru yang muncul. Suatu pagi-pagi sekali, tetangga depan rumahku datang tergopoh-gopoh membawa sepiring kecil duren 1 biji (masih ada dagingnya ya, bukan bijinya doang). Dia teriak-teriak panggil ibuku...

"Bu..buuu.. ini durennya maniiiisss", Katanya dengan logat sunda
" Masa sih?" Jawab ibuku
" Iya kemaren emang pas pertamanya ga enak, tapi sama si Aa (panggilan untuk anak lelakinya) disimpen di kulkas, eh kok bau, tau-taunya saya cicipin kok manis. nih buat Tria aja yang udah nanem"

Yah, duren itu mau dibalikin lagi. Tapi kata ibuku biarin aja, itu rejekinya sang tetangga.

Esok harinya cerita yang hampir sama dateng dari tetangga samping rumah. Awalnya dia ga ada yang bantuin makan, makanya tu duren didiemin aja, sampe kemudian baunya menguar dan akhirnya di belah dan ternyata emang manis. Tetangga belakang rumahku juga punya cerita yang mirip-mirip. Bedanya, tetangga belakang udah tau kalo kata ibuku buahnya mungkin mengecewakan, jadi dicuekin aja, sampe kemudian baunya juga mengusiknya penasarannya.

Lalu bagaimana dengan duren kecil yang disimpen ibuku? Disaat tetanggaku udah bilang bahwa duren itu manis dan harum, duren kecil kami ga juga menunjukkan perubahan. Tapi dibiarin aja sama ibuku. Barulah setelah sekitar 10 hari semenjak di petik, duren kecil kami mulai menampakkan keajaiban. Bukaaaannn.. dia bukan berubah jadi ultraman. 

Aroma khas duren yang harum menyengat mulai tercium dari duren kecil kami. Bapakku sempet suudzon jangan-jangan itu bau karena dia membusuk atau layu. Tapi rasa penasarannya ta urung membuatnya membelah juga duren itu. Dan benarlah, duren ini kuning, harum, dan manis, meski tak montok. Langsung deh pada sujud syukur. Duren ini duren terakhir dari periode panen pertama pohon kami. Duren paling kecil dari buah lainnya. Tapi inilah rejeki kami.

Banyak ya pelajarannya...

Kadang kita juga mengalami hal seperti ini di kehidupan kita. Kadang kita merasa sudah berusaha mati-matian tapi mendapat hal yang buruk. Padahal belum tentu juga hasil buruk itu adalah hasil akhirnya. Jikapun demikian, tak perlulah langsung di buang. Kita bisa menelaahnya, mencari tau mengapa kita gagal mendapat hasil baik setelah berjuang keras.

Tetanggaku yang sabar (ada juga yang ga sengaja sabar) mendapat buah yang manis dan besar, walau mereka tidak menanam pohonnya. Kami, walaupun dapat yang kecil, tapi sangat manis. Dan kata orang, berkah ada di akhir. Untungnya pohon duren kami tak jadi ditebang. Suatu saat nanti, jika masih dikasih rejeki untuk berbuah lagi, setidaknya kami tau bagaimana harus memperlakukan buahnya. Tetangga kami pun akan mendapatkan buah yang bisa langsung dimakan dan insyaAlloh manis. 

Ga ada yang sia-sia...dan buah kesabaran selalu manis.

Leave a Reply

eh Lin, ceritamu itu...

Related Posts with Thumbnails